UU anti monopoli dan pengaruh terhadap bisnis usaha kecil & menengah

UU anti monopoli dan pengaruh terhadap bisnis usaha kecil & menengah
Dalam usia empat tahun berlakunya UU, Antimonopoli tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ingin mendapatkan masukan dari stakeholdernya, seperti dari pelaku usaha, ahli hukum persaingan, praktisi hukum, pemerintah, DPR dan lain-lain. Sebagai pelaku usaha saya diminta juga memberikan suatu tinjauan terhadap pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut. Untuk itu saya memberi judul makalah saya “Peranan UU No. 5/1999 Dalam Dunia Bisnis di Indonesia”. Dalam paper ini akan ditinjau dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis Indonesia.
Untuk mengetahui dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis, maka perlulah dilihat tujuan dari UU Antimonopoli. Berhasil tidaknya pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut dapat diukur, jika tujuan UU Antimonopoli tersebut dapat dicapai. Dari kacamata pelaku usaha tujuan UU Antimonopoli yang ditetapkan di dalam pasal 3 tersebut adalah menjadi harapan para pelaku usaha, yaitu
1. terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha, bagi pelaku usaha besar, menengah dan pelaku usaha kecil

2. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat;

3. terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha; dan yang terakhir sebagai akibat dari tiga tujuan sebelumnya adalah

4. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dari keempat tujuan tersebut dapat dirumuskan secara sederhana menjadi tiga tujuan yang pertama memberi kesempatan yang sama bagi setiap orang/pelaku usaha untuk melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, yang kedua menciptakan (terselenggararanya) persaingan usaha yang sehat, dan yang ketiga meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Pertanyaannya adalah apakah tujuan tersebut telah dapat dicapai setelah UU Antimonopoli diberlakukan? Sejak diberlakukannya UU Antimonopoli mulai tgl. 5 Maret 2000 ada satu perubahan (dampak) mendasar dalam sistem perekonomian Indonesia, yaitu sistem ekonomi Indonesia menganut sistem ekonomi pasar. Konsekuensi (manfaat) diberlakukannya UU Antimonopoli pasar menjadi terbuka, misalnya sejak tahun 1999 pada sektor penerbangan perusahaan swasta boleh masuk ke sektor ini. Artinya, pelaku usaha disektor ini semakin bertambah. Sejak sector penerbangan dibuka bagi swasta terdapat 16 airline yang mendapat ijin. Dengan demikian semakin banyak pilihan bagi konsumen untuk memilih airline yang disukainya. Konsumen biasanya akan memilih harga yang murah dan pelayanan jasa yang lebih baik. Dan pada tahun 2001 KPPU menyampaikan saran dan pertimbangannya kepada Pemerintah untuk mencabut wewenang INACA yang menetapkan harga batas bawah dan atas penerbangan. Saran dan pertimbangan tersebut diterima oleh pemerintah. Akibatnya terjadi persaingan harga tiket airline. Pada tahun 1998 misalnya harga tiket Jakarta – Medan pp, mencapai Rp. 2 juta lebih. Sekarang dengan uang kurang dari Rp. 500.000,- seseorang dapat naik pesawat dari Jakarta ke Medan, demikian juga dari Jakarta ke Surabaya dan dari Jakarta ke Batam seseorang dapat naik pesawat terbang dengan uang kurang dari Rp. 300.000,-. Hal ini tentu menguntungkan konsumen.
Dari contoh diatas menunjukkan, bahwa UU Antimonopoli memberikan kebebasan bagi pelaku usaha menjalankan usahanya asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Dengan demikian UU Antimonopoli menjadi salah satu sarana dan pedoman bagi pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan usahanya secara fair. Di negara- negara yang belum lama mempunyai UU Antimonopoli, seperti Indonesia penerapan ketentuan UU Antimonopoli tidaklah hal yang mudah. Tidak mudah, karena disiplin ilmu hukum persaingan adalah hal yang baru, bagi para akademisi, praktisi hukum, pengadilan, KPPU dan bagi pelaku usaha. Pada usianya empat tahun, semua pihak harus saling asah untuk menemukan pemahaman dasar-dasar persaingan usaha secara benar, khususnya bagi KPPU sebagai pelaksana tingkat pertama ketentuan UU Antimonopoli. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut KPPU telah memutuskan 14 kasus. Ini merupakan suatu prestasi.
Kebijakan Pemerintah langgar ketentuan UU Antimonopoli
Selain pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli, kenyataannya pemerintah juga melanggar ketentuan UU Antimonopoli melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkannya yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkautan. Misalnya, pemerintah dalam hal ini Menperindag mengeluarkan SK No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang Tata Niaga Impor Gula, yang menunjuk beberapa importir gula, dan pada tgl. 17 Februari 2004 Menperindag mengeluarkan Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004 tentang Perdagangan Gula Antar Pulau.
Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa UU Antimonopoli mempunyai dampak positif bagi dunia bisnis di Indonesia, yaitu terbukanya pasar bagi setiap pelaku usaha dan terjadi persaingan yang mendorong pelaku melakukan efisiensi dan inovasi. Namun demikian di dalam pelaksanaannya masih terjadi pelanggaran terhadap UU Antimonopoli tersebut, baik disengaja maupun yang tidak disengaja oleh pelaku usaha dan pemerintah dalam menerbitkan kebijakan ekonominya. Dan KPPU juga dalam menerapkan UU Antimonopoli tersebut masih mengalami kelemahan disana-sini, seperti dalam putusan Indomaret. Nah, untuk dapat lebih mudah memahami ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli tersebut, KPPU harus menerbitkan guideline-guideline sebagai pedoman bagi pelaku usaha dalam menjalan kegiatan usahanya. Hal ini akan mengurangi
penafsiran yang berbeda-beda terhadap ketentuan-ketentuan UU Antimonopoli.

monopoli

Monopoli

Monopoli adalah suatu sistem dalam pasar di man hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis tersebut .Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk di dalamnya. Karena itu hampir tidak ada persaingan berarti.

Secara lebih tegas perlu kita bedakan antara dua macam monopoli. Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artificial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditangani dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan lain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasai pasar dalam jenis industri tersebut.

Memang ada produk pengganti atau alternatif, tapi sering kali produk pengganti ini sulit menyamai dan menyaingi produk unggulan yang memonopoli pasar tadi karena kekhasan produk unggulan tersebut yang sudah disenangi konsumen. Jadi, monopoli perusahaan tersebut memang didasarkan pada keunggulannya dalam pasar. Sementara itu pasar sendiri tetap terbuka untuk dimasuki oleh pesaing-pesaing lain.

Di sini terlihat jelas bahwa kendati secara historis pasar bebas lahir untuk menghapus monopoli yang dikenal dalam sistem ekonomi merkantilistis, pasar sendiri dapat melahirkan jenis monopoli tertentu berupa monopoli alamiah. Hanya saja, tidak ada persoalan moral yang serius dengan jenis monopoli ini, karena monopoli itu dinikmati karena kondisi objektif. Jadi, monopoli ini lahir secara fair, yaitu karena keunggulan teknologi, keunggulan manajemen, keunggulan komposisi ramuan produk tertentu yang digemari konsumen tanpa bisa ditiru perusahaan lain, dan semacamnya. Monopoli ini lahir tanpa direkayasa dan tanpa dukungan politik apa pun, melainkan karena keunggulan, keuletan, kejelian, membaca selera konsumen, dan seterusnya. Maka, tidak ada yang akan mempersoalkan dan menentang jenis monopoli semacam ini.

Termasuk dalam jenis monopoli ini adalah apa yang Milton Friedman sebagai monopoli karena pertimbangan-pertimbangan teknis. Yang dimaksudkan adalah bahwa berdasarkan pertimbangan teknis tertentu, jauh lebih efisien dan ekonomis kalau industri tertentu hanya dikuasai oleh satu perusahaan saja dan bukunya banyak. Contoh yang paling jelas adalah industri telepon, air, dan listrik. Umumnya, perusahaan yang memonopoli industri semacam ini adalah perusahaan pemerintah demi efisiensi dan demi kepentingan bersama. Jadi, jenis monopoli ini pun tidak banyak menimbulkan persoalan etis.

Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artificial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan pengusaha demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.

Monopoli artificial yang didasarkan pada pertimbangan yang rasional tertentu sesungguhnya tidak menjadi soal kalau kebijaksanaan yang menopolistis itu tetap mengindahkan prosedur yang fair dan adil, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya secara politis melainkan juga secara moral. Yang jadi soal adalah, kalaupun ada pertimbangan yang rasional dan objektif, tidak ad prosedur yang fair, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan yang memungkinkan terbukanya peluang yang sama dan fair bagi kompetisi sebelum memenangkan monopoli artificial itu. Monopoli artificial umumnya bersifat sepihak, sewenang-wenang, dan karena itu dianggap curang. Kalaupun monopoli itu didasarkan pada alasan rasional, misalnya demi perlindungan industri dalam negeri atau demi meningkatkan daya saing ekonomi kita, prosedurnya tidak pernah transparan disertai kriteria objektif bagi perusahaan yang pantas untuk mendapat monopoli itu. Maka, timbul pertanyaan yang sangat masuk akal: mengapa perusahaan x yang ditunjuk atau yang mendapat proyek itu dan bukan perusahaan lain. Apa alasan dan pertimbangan rasional penunjukan itu? Apakah proyek itu juga terbuka bagi semua perusahaan lain? Kalau begitu, apa kriteria objektif yang telah menyebabkan perusahaan x yang dipilih? Monopoli atas proyek tersebut-misalnya dengan alasan rasional demi melindungi industri dalam negeri-tentu tidak dipersoalkan .Yang menjadi soal adalah penunjukan sepihak dan tertutup itu.

Yang paling buruk adalah monopoli artificial tanpa ada pertimbangan rasional dan objektif. Sumber paling pokok dari monopoli ini adalah bantuan dari pemerintah entah secara langsung atau tidak langsung, demi melindungi kepentingan bisnis kelompok lain, atau mengorbankan kepentingan bersama, atau pula dengan mengorbankan rasa keadilan dalam masyarakat. Jadi, pemerintah memberi dukungan, bahkan perlindungan politik secara istimewa, melalui aturan atau kebijaksanaan politik ekonomi tertentu, yang pada akhirnya akan menghambat perusahaan dan kelompok usaha lain untuk masuk dalam jenis industri yang sama,demi kepentingan perusahaan monopolistis tertentu.

Berbeda dengan monopoli alamiah, monopoli antifisial menimbulkan beberapa masalah etis yang pelik. Pertama, masalah keadilan. Salah satu aspek keadilan yang dilanggar oleh praktek monopoli artificial adalah dilanggarnya prinsip perlakuan yang sama bagi semua pengusaha atau kelompok bisnis. Dengan praktek monopoli ada kelompok yang diperlakukan secara istimewa, bahkan tanpa alasan yang rasional, sementara yang lain disingkirkan secara menyakitkan dan secara tidak fair. Mereka terpaksa dan dipaksa mengalah demi kepentingan kelompok tertentu dengan kedok kepentingan nasional. Maka, jelas ada kelompok pengusaha yang dirugikan.

Dalam kaitan dengan ini yang juga menyakitkan dan menimbulkan persoalan etis adalah bahwa negara yang seharusnya bersikap netral tak berpihak, dengan praktek monopoli itu telah bertindak secara sepihak. Ini sungguh menyakitkan karena negara telah memainkan dan mempraktekkan politik diskriminasi dalam bidang ekonomi.

Praktek monopoli artificial, termasuk yang rasional sekalipun, juga tidak adil karena tidak ada prosedur yang fair dan jelas. Dengan kata lain, monopoli juga melanggar aspek keadilan lainnya berupa keadilan prosedural (procedural justice), yaitu tuntutan agar pihak yang dipilih adalah pihak yang paling memenuhi semua ketentuan dan prosedur yang ada dan lolos dari prosedur yang benar-benar objektif.

Yang juga mengalami perlakuan tidak adil adalah konsumen atau masyarakat pada umumnya. Masyarakat dirugikan baik karena dipaksa dan terpaksa membeli produk dari perusahaan monopolistis maupun karena direnggut kebebasannya untuk memilih diantara berbagai alternatif barang kebutuhannya, yang akan terbuka baginya kalau pasar dibiarkan terbuka. Dengan monopoli tidak ada lagi kemungkinan lain bagi konsumen untuk memilih secara bebas. Bahkan konsumen merasa didikte oleh produsen yang bertindak sewenang-wenang karena merasa dilindungi secara politis. Apalagi, dengan monopoli harga produk tersebut menjadi jauh lebih mahal daripada harga pasar yang sebenarnya.

Masalah kedua yang ditimbulkan oleh praktek monopoli artificial adalah ketimpangan ekonomi atau apa yang disebut sebagai ketidakadilan distributive. Yang dimaksudkan disini adalah bahwa monopoli menimbulkan ketimpangan atau distribusi ekonomi yang tidak merata antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Dengan monopoli artificial, kelompok tertentu mengakumulasi keuntungan dan kekayaan secara melimpah ruah, gampang, dan melalui car yang curang sementara kelompok yang lain terpinggirkan kalau bukan semakin miskin. Kelompok yang mendapat monopoli memperoleh kesempatan bisnis dan perlindungan politik untuk menjadi semakin kaya sementara yang lain dibiarkan berjuang sendiri kalau bukan bangkrut. Memang monopoli alamiah pun dalam arti tertentu dapat dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi karena perusahaan monopolistis akan menjadi lebih unggul dan kaya sementara yang lainnya tidak. Namun, persoalannya bahwa tidak ada yang salah dengan keuntungan atau kekayaan yang diperoleh melalui cara yang halal dan fair, yaitu melalui keunggulan objektif perusahaan tersebut. Tidak ada yang salah kalau perusahaan yang unggul dalam manajemen, dalam mutu, dalam pemenuhan selera, dan seterusnya meraup untung besar karena dalam pasar lebih disukai konsumen. Baru itu menjadi soal kalau kekayaan itu diperoleh secara tidak halal dan tidak fair melalui monopoli dengan bantuan perlindungan pemerintah.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan disini dalam kaitan dengan ketimpangan ekonomi yang ditimbulkan oleh praktek monopoli. Pertama, perusahaan monopolistis diberi wewenang secara tidak fair untuk menguras kekayaan bersama demi kepentingan sendiri dalam selubung kepentingan bersama. Secara moral dapat dipertanyakan: atas dasar apa perusahaan tertentu mendapat hak pengelolaan kekayaan alam hutan, tambang, dan seterusnya, demi memperkaya dirinya sementara rakyat di sekitar tempat itu hampir tidak pernah mendapat manfaat langsung dari proyek itu, dan berarti tetap miskin. Kedua, rakyat atau konsumen yang sudah miskin dipaksa untuk membayar harga produk monopolistis yang jauh lebih mahal. Dengan demikian daya beli masyarakat dikuras demi kekayaan kelompok yang mendapatkan monopoli tadi. Padahal, kalau tanpa monopoli, dengan daya beli mereka yang ada, rakyat bisa memenuhi lebih banyak kebutuhan hidupnya. Ketiga, ketimpangan ekonomi akibat praktek monopoli juga berkaitan dengan tidak samanya peluang yang terbuka bagi semua pelaku ekonomi oleh adanya praktek monopoli itu. Ketimpangan ekonomi yang terjadi karena terbukanya peluang yang sama masih lebih baik daripada ketimpangan yang disebabkan karena peluang dan perlakuan yang tidak sama. Dengan monopoli ad yang dilindungi, dipercaya, dan diperbesar kekuatan ekonominya, sementara lebih banyak lagi pihak lainnya dibiarkan berjuang sendiri. Ini jelas tidak adil.

Masalah ketiga yang ditimbulkan oleh praktek monopoli artificial adalah terlanggarnya kebebasan baik pada konsumen maupun pad pengusaha. Seperti telah dikatakan, konsumen tidak punya pilihan lain selain produk dari perusahaan monopolis. Demikian pula, konsumen tidak bisa secara bebas memilih barang atau jasa yang sesuai dengan kemampuan ekonominya karena hanya ada satu produk dengan harga yang telah dipatok tersebut. Sementara itu, pengusaha lain jelas tidak bisa menikmati kebebasan berusaha karena hambatan yang secara sengaja diciptakan untuk melindungi perusahaan monopolistis. Ini benar-benar tidak etis dan merusak mekanisme pasar yang fair.

asus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kasus Antimonopoli oleh Microsoft
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya menjadi jembatan bebas hambatan informasi. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkembangan dunia maya tersebut ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust, dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program “browser” yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.


Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Microsoft dikenal sebagai penyedia software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.
Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April 2004. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut bisa berinteroprasi.
Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perjuangan para pengembang software open source bisa dibilang sebuah fenomena yang mengesankan. Berawal dari ketertarikan peminat software yang berasal dari kalangan akademik dan para pakar teknis, kini beberapa software open source berkembang menjadi aplikasi yang cukup diperhitungkan, tak jarang diantaranya memperoleh dukungan dari perusahaan besar.
Produk-produk open source yang bersaing dengan Microsoft, tidak hanya di jajaran server seperti Apache, MySQL dan JBoss, tapi juga di jajaran software desktop seperti OpenOffice.org.Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Departemen Kehakiman Amerika dan Microsoft telah menyelesaikan kasus anti monopoli yang mendapat pemberitaan luas selama tiga tahun sejak 1998. Departemen Kehakiman mengatakan Microsoft sudah menyetujui berbagai pembatasan luas, termasuk mengizinkan sebuah panel pemantau independen untuk mengawasi perilakunya. Microsoft juga akan membantu pembuat software saingannya mengembangkan produk saingan, dan menjaga agar produk tersebut cocok dengan sistem operasi Window perusahaan piranti lunak raksasa itu. Pembatasan itu akan berlaku lima tahun dan kemungkinan diperpanjang dua tahun lagi, jika Microsoft tidak mematuhi ketentuan penyelesaian itu. Hakim telah memberi 18 negarabagian yang ikut dalam kasus itu waktu sampai hari Selasa untuk memutskan apakah mereka akan menerima penyelesaian tersebut.
Pada 2008, Microsoft membantah perusahaannya tersandung kasus hukum lagi. Raksasa software ini juga menampik kalau pihaknya tengah diselidiki otoritas China terkait monopoli pasar.Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Berbagai media ramai memberitakan bahwa lembaga State Intellectual Property Office China (SIPO) tengah menginvestigasi Microsoft terkait posisinya sebagai pemimpin pasar software di negeri tirai bambu itu.
Lebih lanjut, Microsoft disebut-sebut menaikkan harga software Windows maupun Office agar bisa mengeruk laba bersamaan dengan digiatkannya pemakaian software legal di China. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Tidak seharusnya sebuah perusahaan internasional memanfaatkan posisi monopolinya untuk menjual software dengan harga tinggi dan bersamaan dengan itu, mengkritik kesadaran orang China terhadap hukum hak cipta.” Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

PERSEKONGKOLAN YANG TIDAK SEHAT DALAM TENDER PROYEK

Sebagai lembaga pengemban amanat UU No 5 tahun 1999, KPPU berkewajiban untuk memastikan terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif di Indonesia. Untuk tujuan tersebut KPPU periode pertama (2000-2005) telah meletakan lima program utama, yakni pengembangan penegakan hukum, pengembangan kebijakan persaingan, pengembangan komunikasi, pengembangan kelembagaan dan pengembangan sistem informasi. Dalam periode 2006-2011 kelima program tersebut tetap menjadi program KPPU, tetapi penekananan lebih dilakukan terhadap dua fungsi utama KPPU yaitu melakukan penegakan hukum persaingan dan memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan yang berpotensi bertentangan dengan UU No 5 tahun 1999. Fungsi penegakan hukum bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan persaingan berupa perilaku bisnis yang tidak sehat. Sementara proses pemberian saran pertimbangan kepada Pemerintah akan mendorong proses reformasi regulasi menuju tercapainya kebijakan persaingan yang efektif di seluruh sektor ekonomi. Selama ini, baik dalam proses penegakan hukum maupun dalam analisis kebijakan Pemerintah, seringkali ditemui bahwa kebijakan menjadi sumber dari lahirnya berbagai praktek persaingan usaha tidak sehat di beberapa sektor. Memperhatikan perkembangan ini, maka kebijakan persaingan menempati prioritas utama KPPU ke depan melalui program regulatory reform, dengan bentuk upaya internalisasi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam setiap kebijakan Pemerintah.
Terkait dengan upaya internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam kebijakan Pemerintah, KPPU selama ini memainkan perannya dengan senantiasa melakukan regulatory assessment dalam perspektif persaingan usaha, terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah ataupun lembaga regulator. Hasil dari aktivitas tersebut kemudian disampaikan kepada Pemerintah atau lembaga regulator melalui proses advokasi dan harmonisasi kebijakan. Dalam hal inilah maka sebagian besar program KPPU senantiasa disinergikan dengan program-program Pemerintah di sektor ekonomi.
Dalam beberapa tahun terakhir, dalam kerangka sinergi program KPPU dengan agenda Pemerintah, regulatory assessment difokuskan terhadap kebijakan di sektor yang memiliki keterkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya dalam sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan pelayanan publik seperti telekomunikasi, energi, kesehatan dan transportasi. KPPU juga senantiasa melakukan assessment terhadap berbagai kebijakan tataniaga komoditas pertanian yang seringkali memberikan efek distorsi yang berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat, mengingat sektor pertanian sampai saat ini masih menjadi sektor di mana sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya. Penetapan sektor-sektor Prioritas ini dilakukan untuk dapat mengoptimalkan peran KPPU dalam upaya mendorong lahirnya sektor ekonomi yang efisien yang dalam gilirannya akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dari pengamatan KPPU selama beberapa tahun terakhir, kebijakan yang tidak selaras dengan UU No 5 Tahun 1999, dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok kebijakan yang memberikan ruang lebih besar kepada pelaku usaha yang memiliki posisi dominan atau pelaku usaha tertentu. Kebijakan Pemerintah tersebut cenderung menciptakan entry barrier bagi pelaku usaha pesaingnya. Akibatnya muncul perilaku penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha tersebut.
Kelompok kedua adalah kebijakan Pemerintah yang memfasilitasi munculnya perjanjian antara pelaku usaha yang secara eksplisit bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999. Misalnya program kemitraan dalam industri peternakan ayam yang memunculkan perjanjian tertutup. Juga Program DSM Terang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang memfasilitasi hadirnya perjanjian eksklusif antar pelaku usaha. Akibat dari munculnya perjanjian seperti itu, maka muncul perilaku anti persaingan dari pelaku usaha seperti menciptakan entry barrier dan pembatasan-pembatasan kepada mitra yang melakukan perjanjian.
Kelompok ketiga adalah kebijakan yang merupakan bentuk intervensi Pemerintah terhadap mekanisme pasar yang berjalan. Hal ini antara lain muncul dalam bentuk tata niaga atau regulasi yang membatasi jumlah pemain yang terlibat. Dilihat dari aspek persaingan, hal ini merupakan kemunduran, karena mencegah bekerjanya mekanisme pasar di sektor tersebut yang dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Pasar yang dibebaskan bersaing dipercaya dapat memberikan banyak keuntungan dan peran Pemerintah diperlukan untuk mewujudkannya.
Pada akhirnya, melalui kegiatan-kegiatan utama tersebut, KPPU memberikan andil dalam pembangunan perekonomian nasional, dengan meminimalkan hambatan persaingan dalam bentuk hambatan bagi inovasi pelaku usaha dan hambatan bagi efektifitas dunia usaha itu sendiri, baik dalam bentuk private restraint maupun government restraint. Upaya KPPU untuk mendorong reformasi kebijakan sektor-sektor pelayanan publik, infrastruktur serta review terhadap tataniaga komoditas pertanian akan sejalan dengan program Pemerintah untuk meningkatkan peran sektor swasta dalam perekonomian nasional. Di sisi lain, proses harmonisasi kebijakan persaingan yang dilakukan KPPU diharapkan mampu mempertegas fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun badan regulator sektoral.
Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan efektifitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akan terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar, menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan daya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum persaingan dan implementasi kebijakan persaingan yang efektif akan menjadi pengawal bagi terimplementasinya sistem ekonomi pasar yang wajar, yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU telah dijalankan selama beberapa tahun, sepanjang periode tersebut KPPU telah menerima kurang lebih 450 laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran persaingan usaha, dan hampir 60 % dari kasus yang ditangani KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan tender. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa masih banyak diwarnai perilaku usaha yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk insentif untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan tindakan-tindakan anti persaingan, seperti melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta melakukan kolusi dengan panitia pengadaan untuk menentukan hasil akhir lelang.
Berbagai kondisi tersebut diduga menjadi penyebab tingginya tingkat korupsi dan kolusi di Indonesia, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa proyek pemerintah. Keadaan yang demikian menyebabkan hilangnya persaingan dan mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien serta menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kinerja industri dan perkembangan ekonomi.
Padahal proses pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan secara kompetitif dan memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat (public welfare) karena sebagian besar proyek-proyek pemerintah memang merupakan kegiatan pemerintah atau government spending yang ditujukan untuk memacu kegiatan dan pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks persaingan inilah, KPPU menjalankan fungsinya sebagai pengawas yang menelusuri pembuktian dugaan persekongkolan yang terjadi pada setiap tahapan proses pengadaan. Berkaitan dengan upaya penciptaan iklim usaha yang sehat di bidang pengadaaan barang dan jasa, KPPU berusaha mengetahui sejauh mana kebijakan yang ada telah sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, terutama terhadap aspek pemberian kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha. Persekongkolan sering terjadi dalam tender-tender pemerintah. Untuk menghindari persekongkolan vertikal terus berlangsung, pihak KPPU sudah memberikan masukan pada pemerintah agar berhati-hati dalam pelaksanaan tender, juga dalam persyaratan tender. Harus hati-hati, jangan sampai mengarah ke pelaku usaha tertentu.

HAK PATEN

Hak paten, atau lebih sering disebut paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara, dalam hal ini, Pemerintah Republik Indonesia, kepada investor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya (UU 14 tahun 2001, ps.1, ay.1).

Kata paten, diambil dari bahasa Inggris yaitu “patent”, yang awalnya berasal dari kata “patere” yang artinya membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu.

Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.

Dengan begitu pentingnya hak paten atas produk Perusahaan Anda, hubungi konsultan HKI terdaftar segera.

Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 mengenai hak konsumen

Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 mengenai hak konsumen :

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
Hak untuk memilih barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujr serta tidak diskriminatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuat dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Persoalan-persoalan di seputar perlindungan konsumen

Kemenangan konsumen atas pelaku usaha dalam kasus Anny R. Gultom cs Vs Secure Parking patut mendapat apresiasi yang tinggi. Kemenangan ini sesungguhnya merupakan tonggak bersejarah bagi upaya perlindungan konsumen di Indonesia.

Sesungguhnya sudah sejak lama hak-hak konsumen diabaikan oleh para pelaku usaha, bahkan sejak lahirnya UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kasus mencuat saat ini adalah kasus obat nyamuk HIT, kasus ini merupakan cerminan bagaimana para pelaku usaha tidak mau memberikan informasi yang cukup dan memadai tentang kandungan dari obat nyamuk tersebut. Belum lagi terdapat penelitian dari suatu lembaga penelitian independen di Jakarta yang menemukan fakta bahwa pada umumnya pasta gigi mengandung bahan detergent yang membahayakan bagi kesehatan. Dalam kasus-kasus kecil, bisa terlihat dengan gamblang bagaimana perlakuan pelaku usaha yang bergerak di bidang industri retail dalam urusan uang kembalian pecahan Rp. 25,00 dan Rp. 50,00. Yang ini malah lebih parah lagi perlakuannya, biasanya diganti dengan permen dalam berbagai jenisnya (biasanya terjadi di supermarket) atau kalau tidak malah dianggap sumbangan (ini biasanya di minimarket).

Banyak orang tidak (mau) menyadari bagaimana pelanggaran hak-hak konsumen dilakukan secara sistematis oleh kalangan pelaku usaha, dan cenderung mengambil sikap tidak ingin ribut. Dalam kasus parkir, kita bisa membayangkan jawaban apa yang akan diterima apabila konsumen berani mengajukan komplain atas kehilangan sebagian atau seluruh kendaraan yang dititipkan pada pelaku usaha? Apalagi jika kita meributkan masalah uang kembalian yang (mungkin) menurut sebagian orang tidak ada nilainya. Masalah uang kembalian menurut saya menimbulkan masalah legal – political, disamping masalah hukum yang muncul karena uang menjadi alat tukar yang sah dan bukannya permen hal ini juga mempunyai implikasi dengan kebanggan nasional kita dalam pemakaian uang rupiah.

Hukum perjanjian yang berlaku selama ini mengandaikan adanya kesamaan posisi tawar diantara para pihak, namun dalam kenyataannya asumsi yang ada tidaklah mungkin terjadi apabila perjanjian dibuat antara pelaku usaha dengan konsumen. Konsumen pada saat membuat perjanjian dengan pelaku usaha posisi tawarnya menjadi rendah, untuk itu diperlukan peran dari negara untuk menjadi penyeimbang ketidak samaan posisi tawar ini melalui undang-undang. Tetapi peran konsumen yang berdaya juga harus terus menerus dikuatkan dan disebarluaskan.

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

--Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen

Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Tujuan Perlindungan Konsumen

Azas Perlindungan Konsumen

Hak-hak Konsumen

Kewajiban Konsumen

Konsumen Mandiri

Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia


 Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
 Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
 Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
 Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
 Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
 Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
 Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
 Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
 Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
 Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
 Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
 Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
[8]

ANEKA RAGAM HAKI (HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL)

Aneka Ragam HAKI

1. Hak Cipta (Copyright) berdasarkan pasal 1 ayat 1 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta: ''Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yangberlaku.''
2. Paten (Patent) berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UndangUndang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten: ''Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.'' Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
3. Merk Dagang (Trademark) berdasarkan pasal 1 ayat 1 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.'' Contoh: Kacang Atom cap “Ayam Jantan”.
4. Rahasia Dagang (Trade Secret) menurut pasal 1 ayat 1 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang: ''Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis.'' Contoh: rahasia dari formula Parfum.
5. Service Mark adalah kata, prase, logo, simbol, warna, suara, bau yang digunakan oleh sebuah bisnis untuk mengindentifikasi sebuah layanan dan membedakannya dari kompetitornya. Pada prakteknya perlindungan hukum untuk merek dagang sedang service mark untuk identitasnya. Contoh:“Pegadaian: menyelesaikan masalah tanpa masalah”.
6. Desain Industri berdasarkan pasal 1 ayat 1 UndangUndang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri: ''Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.''
7. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu berdasarkan pasal 1 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; (ayat 1): ''Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurangkurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.''; (ayat 2): ''Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurangkurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.''
8. Indikasi Geografis berdasarkan pasal 56 ayat 1 UndangUndang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek: ''Indikasigeografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.''

KONSEP HAKI

Konsep HAKI

''Hak atas Kekayaan Intelektual'' (HaKI) merupakan terjemahan atas istilah ''Intellectual Property Right'' (IPR). Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ''Hak'', ''Kekayaan'' dan ''Intelektual''. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ''Kekayaan Intelektual''merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan seterusnya. Terakhir, ''Hak atas Kekayaan Intelektual'' (HaKI) merupakan hakhak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh normanorma atau hukumhukum yang berlaku.

Kasus Prita Mulyasari vs RS Omni dan Internet Marketing (kasus perlinungan konsumen)

Kasus Prita Mulyasari vs RS Omni dan Internet Marketing
Media televisi telah gencar beritakan kasus seorang ibu 2 anak yang kecewa dengan pelayanan RS. Omni (Rumah Sakit Omni Internasional). Rasa kecewa itu ditumpahkan (curhat) melalui email dan disebarkan melalui mailing list. Akhirnya, berita kecewa itu menyebar dari satu email ke email lainnya, dari milis A ke milis B, dan seterusnya hingga akhirnya terbaca oleh pihak RS. Omni. Penyelesaian yang ditempuh dari pihak RS. Omni adalah dengan memperkarakan Prita dan berujung pada penjara dengan delik aduan pencemaran nama baik.
Kisah Prita yang didakwa dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya menimbulkan reaksi kontraproduktif dari pengguna internet (netter & blogger) Indonesia. Dengan teknologi internet, netter menumpahkan segala pendapat yang rata-rata menentang kesewenanganRS. Omni dengan menuliskannya di blog, mendiskusikan di forum online, milis, komentar blog, dan membuat komunitas maya mendukung pembebasan Prita Mulyasari dengan Facebook, dll.
Hal yang perlu dicermati adalah, kasus Prita dan RS. Omni telah menyebar dari mulut ke mulut dalam bungkus teknologi internet. Apalagi para netter yang mempunyai blog telah menuliskan pendapatnya di blognya masing-masing dan menciptakan beragam komentar didalamnya. Mayoritas atau mungkin secara keseluruhan, para netter menentang aksi yang dilakukan oleh RS. Omni. Hasilnya akan menciptakan citra buruk bagi rumah sakit tersebut.
Google adalah mesin pencari yang bertugas menyimpan informasi teks dan gambar dari halaman website hasil publikasi dari blog/forum/milis. Melalui tautan link yang ada dalam halaman website tersebut, Google akan berdansa menyimpan satu persatu hingga jutaan kata kunci yang mengandung kata “Prita Mulyasari” dan “RS Omni” dalam database pencarian. Kata kunci tersebut akan tersimpan abadi dalam database Google dan sewaktu-waktu siap memuntahkannya pada hasil pencarian. Coba saja berkunjung ke Google dan ketik kata-kata kunci tersebut. Luar biasa dahsyat kecaman yang tersaji didalam Google bagi RS Omni.
Tanpa kita sadari, hal tersebut adalah publikasi gratis bagi Prita dan RS. Omni melalui dunia internet. Konsep internet marketing telah merasuk dalam menyikapi masalah kedua pihak. Kecaman dan beragam tanggapan adalah review dari pengguna internet (masyarakat) terhadap keberadaan sebuah produk. Kalau ditilik dari kasus Prita dan RS. Omni, sisi konsumen adalah Prita dan masyarakat. Sedangkan sisi penghasil produk adalah RS. Omni.
Salah satu hal yang perlu dipelajari bersama adalah, paradigma baru dalam penyebaran informasi produk bukan saja tercipta dari perusahaan yang bersangkutan, tetapi lebih kepada partisipasi publik. Internet adalah media super cepat dalam menyebarkan informasi dan mendapatkan partisipasi aktif didalamnya.
Jika kita berbicara website komunitas jejaring sosial seperti Facebook, Myspace, Friendster dll, jutaan orang rela untuk saling berbagi informasi disana. Disamping itu, partisipasi dari para blogger dalam memberikan informasi apa adanya akan menjadi kekuatan ampuh terhadap arus perubahan. Jika diolah untuk bidang usaha, semua hal diatas adalah kekuatan dari sebuah internet marketing.

Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia

Diseminasi Yang Belum Tuntas
Diseminasi peraturan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat merupakan rangkaian dari system hukum secara keseluruhan. Artinya, suatu ketentuan hukum yang baru diberlakukan harus dilakukan diseminasi oleh pemerintah agar supaya ketentuan hukum tersebut dapat diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat luas dan semua pihak. Idealnya diseminasi tersebut sudah harus dimulai pada saat rancangan undang-undang tersebut dibicarakandi parlemen.
Berkenaan dengan hak kekayaan intelektual di Indonesia, ketentuan hukum yang mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti : hak cipta , paten , merek , perlindungan varietas tanaman (PVT) , rahasia dagang , desain industri , dan desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) belum terdiseminasi dengan baik dan menyeluruh. Hal ini merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia.
Kurangnya diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan oleh beberapa factor, seperti minimnya pemahaman pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah, dalam bidang hak kekayaan intelektual. Kondisi ini ditambah lagi dengan kurangnya alokasi dana untuk kegiatan diseminasi hak kekayaan intelektual baik untuk lingkungan internal mereka maupun untuk masyarakat luas.
Peran swasta dalam mengembangkan hak kekayaan intelektual di Indonesia dirasakan sangat kurang sekali. Disamping itu yang lebih tragis lagi adalah para akademisi baik pada tingkat sekolah menengah umum maupun pendidikan tinggi masih banyak yang belum memahami hak kekayaan intelektual dengan baik. Padahal, kampus merupakan salah satu sumber yang sangat potensial dalam mencetuskan ide-ide suatu penelitian sebagai cikal bakal lahirnya invensi. Ini merupakan salah satu tahapan untuk menghasilkan suatu teknologi baru yang termasuk dalam ruang lingkup paten.

2. Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
Permasalahan law enforcement merupakan topik yang tidak henti-hentinya dibicarakan di setiap negara, terutama di negara-negara dunia ketiga atau developing countries. Penegakan hukum secara tepat dan konsekwen merupakan modal dasar untuk mencapai tujuan Negara domokratis dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal . Apalagi potret intellectual property rights di negara-negara berkembang masih sangat sulit berkembang. Demikian juga dengan praktek penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.
Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia, seperti pembajakan berbagai karya-karya cipta, pemalsuan merek dan lain sebagainya makin hari semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas. Anehnya, sangat jarang kasus-kasus pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan ke Pengadilan. Padahal, kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual itu dapat ditemui dengan mudah di hamper setiap sudut kota di Indonesia.
Bila kita melihat praktek-praktek yang dilakukukan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia sangat lemah sekali. Inilah salah satu sebab kenapa Indonesia dimasukkan ke dalam daftar “priority watchlist country” oleh Amerika Serikat.
Di mata internasional Indonesia telah mendapat prediket sebagai bangsa pembajak karya cipta milik orang lain dan bangsa lain. Artinya, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling parah dalam penegakan hokum dalam bidang hak kekayaan intelektual Tidak hanya itu, bila dibandingkan dengan Malaysia saja, Indonesia merupakan negara yang relatif kecil menerbitkan buku-buku dalam bidang hak cipta. Padahal, dari sisi jumlah penduduk Indonesia memiliki penduduk hampir tujuh kali banyak dari jumlah penduduk Malaysia.

3.Jumlah Paten Masih Minim
Banyaknya jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu negara berbanding lurus dengan kemajuan teknologi dan ekonomi negara tersebut. Sebaliknya, semakin kecil jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu bangsa, maka akan semakin miskin dan terkebelakang pula negara tersebut.
Indonesia semakin hari menghadapi situasi dimana perkembangan hak keakayaan intelektual kurang bergairah. Dari jumlah paten yang dihasilkan selama tahun 2002 dapat dikatakan, bahwa jumlah paten domestik yang dalam proses pemeriksaan substantif adalah sebanya 21, sedang paten sederhana sebanyak 51. Sementara itu, paten asing yang dihasilkan pada tahun yang sama sebesar 2471 dan 14 untuk paten sederhana . Dari data tersebut dapat disimpulkan, bahwa perolehan paten domestik secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 2002 kurang dari tiga persen. Padahal salah satu konsekuensi yang harus dipikul oleh negara Indonesia setelah meratifikasi Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement pada tahun 1995 (TRIPS Agreement) adalah meningkatkan jumlah paten domestik minimal 10 persen dari jumlah keseluruhan paten di Indonesia.

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme